"Dengar! Aku dan kawanku mau memesan pizza daging tarantula satu, kopi satu, ehm... Sebentar..."
Su mengambil bensin, ia guyur seluruh kaset-kaset itu. Kemudian membakarnya di depan penghuni rumah. Su benci orang yang tak punya alasan.
Ia bicara kepada ibunya terus menerus. Bicara tentang teman sekolah yang berkelahi, nilainya yang bagus, hadiah ulantahun, dan kesedihannya.
Begitu kokok ayam jantan, embun bermutiara, pagi mulai geliat, ia terbangun dari gulita. Saatnya keyakinan diurai dan perlawanan disemai.
Artinya, malam ini mereka harus meninggalkan kota. Kembali ke perkampungan, ke hutan-hutan, menelusuri jejak sang kala.
Ia tak tahu harus bicara apa malam itu, rasa senangnya yang meluap hampir menutupi otaknya untuk berpikir.
ia duduk di sudut dengan napas memburu, dadanya terluka dan ia hampir berhenti bicara.
Ia peluk erat kain batik dalam kamar yang pernah ditempatinya semasa kecil. Sendiri dalam sunyi mengenang sang ayah yang baru saja pergi.
Ia menatap jauh, dan cerita baru saja dimulai. Ia mulai paham bahwa leluhurnya telah menanti kedatangan anak dan istrinya.
Sejumput rambut tak dikenal nampak mencuat kepermukaan diantara puing dan debu, entah siapa pemiliknya.